A/N: ini prequel dari ff yg kemaren, awal perkenalan Rose sama James, hope you like it^^
**************************************
La Jolla, California. Desember 6 tahun yang lalu.
Salju… aku selalu suka salju, rasanya damai banget waktu kamu memandang butiran-butiran lembut salju berjatuhan dari langit. Selain itu salju identik dengan bulan Desember, Desember tempatnya natal dan natal berarti hadiah dan makan enak. Bagi gadis 13 tahun sepertiku, mendapat hadiah-hadiah natal ibaratnya mendapat tiket ke surga. Kau selalu bisa meminta apapun yang kau inginkan, dan semua itu akan terkabul dengan cepat, beda banget dengan bulan-bulan lain dimana kamu harus berusaha mati-matian mengejar ranking untuk sekedar mendapat boneka baru.
Tapi setiap natal aku merayakannya hanya bertiga bareng mom dan dad, tanpa teman-teman ataupun sanak saudara lain. Hidupku selalu berpindah-pindah. Saat ini saja aku baru pindah dari Washington ke La Jolla, salah satu kota kecil di California. Dad seorang arsitek, dan dia arsitek yang bertanggung jawab banget. Dia akan memastikan bangunan yang di rancangnya sesuai dengan apa yang dia rencanakan, dan itu artinya dia harus turun langsung ke lapangan untuk memantau anak buahnya. Akibatnya, dad harus berpindah-pindah kota, pekerjaannya kan gak selalu di satu tempat. Aku dan mompun harus ikut dengannya. Sudah tak terhitung berapa puluh kota yang pernah kami singgahi. Paling lama satu tahun dan kami harus pindah lagi, mengikuti panggilan kerja dad. Itu sebabnya, aku jarang punya teman. Aku gak mau terlalu akrab dengan orang lain, karena aku tahu bahwa cepat atau lambat aku akan pergi meninggalkan mereka, dan aku benci perpisahan. Jadi sekalian saja aku bersikap cuek, biar gak harus sakit hati saat berpisah.
Aku berjalan ke beranda. Salju disini lebih lebat dan putih. Kami tinggal di lingkungan yang cukup menyenangkan, banyak anak-anak sebayaku bermain perang salju di jalanan. Aku hanya melihat mereka, tidak berniat untuk bergabung, namun tiba-tiba.
Buuuuuggggh..
Sebongkah bola salju mendarat tepat di mukaku. Aku berpegangan pada selusur beranda agar tidak jatuh. Sialan, rasanya sakit banget. aku menyumpah-nyumpah, siapa yang melepar bola salju ke arahku. Cari matii!
“Kamu gak apa-apa??”
Tiba-tiba seseorang menghampiriku.
Aku membersihkan sisa salju di wajahku, dan mendongak. Di depanku berdiri seorang cowok, lebih tua dariku dia memakai topi rajutan yang menutupi sampai sebagian wajahnya. Dia ganteng, tapi kegantengannya gak cukup untuk menutupi rasa sakitku.
“Kamu gak punya mata ya.. kalau hidungku patah bagaimana??” semburku, sambil mengusap-usap hidungku yang berdenyut.
Dia melihatku dengan tatapan bersalah. “Maaf, itu tadi adik sepupuku” dia menoleh ke arah jalan “dia benar-benar gak sengaja dan takut buat minta maaf, jadi aku kesini ngewakilin dia. Kamu gak apa-apa??”
Aku mengikuti arah pandangnya, dan melihat gadis kecil mengintip takut-takut dari balik boneka salju.
“Uh.. aku gak apa-apa, berdoa saja supaya hidungku gak patah.” Kataku masih kesal.
“Mau aku antar ke dokter??”
Aku menatapnya, dia kelihatan benar-benar khawatir. “Gak usah.. it’s ok.”
Dia tersenyum lega. “Aku James ngomong-ngomong, kau siapa??”
“Rose..” kataku singkat.
“Wow.. nama yang bagus. Kau baru pindah ya??” katanya, melirik kardus-kardus yang belum di bereskan di depan pintuku.
“Yeah.. dari Washington.”
“Cool… kenapa pindah??”
‘Ini cowok bawel banget sih’ kataku dalam hati. “Ikut orang tuaku, dad seorang arsitek dia yang merancang gedung pusat perbelanjaan di tengah kota itu, jadi untuk sementara kami menetap disini sampai kerjaan dad selesai.”
“Jadi kau gak akan selamanya tinggal disini??”
Aku menggeleng.
“Sayang sekali..”
“Kenapa??”
“Yah.. aku jarang dapet temen baru, apalagi yang dari luar kota kayak kamu.”
‘yeah.. kayak aku mau jadi temanmu saja’
“James..” gadis kecil tadi menghampiri kami, dia bersembunyi di balik badan James, melihatku takut-takut.
“Oh Joeey..” kata James lalu menggendongnya. “gak apa-apa dia gak marah kok, ayo kenalan sama Rose.”
Anak itu—Joeey, mengulurkan tangannya malu-malu. “Aku Jooey.. maaf yah,, tadi aku melempalmu, aku gak
sengaja.” Katanya dengan suara anak kecilnya.
Aku tersenyum, dia cute banget, aku jadi gak tega memarahinya “It’s ok Jooey.. aku gak apa-apa kok.” Kataku sambil menyalaminya.
Jooey tersenyum lega “Makaciii,, nanti kita main belbie sama-sama yah..”
“Uh… akan ku usahakan.”
“Sudah yuk Jooey, Rose mau istirahat tuh, dia baru pindah dari Washington, kita pulang ya.. nanti kita ngobrol lagi, kay.. byee Rose” James melangkah pergi sambil menggendong Jooey “Oh ngomong-ngomong” dia berbalik “rumahku yang di ujung jalan situ” katanya menunjuk sebuah rumah bercat hijau “Kalau-kalau kau mau mampir” dia tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya.
Aku cuma menatap kepergiannya kayak orang bego. Aku bocah 13 tahun yang gak tahu apa-apa dan belum mengerti apa itu cinta, tapi senyuman James tadi sukses membuat hatiku meleleh.
***
“Siapa cowok tadi??”
Mom menginterogasiku begitu aku masuk rumah.
“Tetangga..” jawabku datar lalu duduk di sofa. Mom ikut-ikutan duduk di sebelahku.
“Dia cute ya..” katanya tersenyum jahil.
“Arrrghh mom..” aku menutup mukaku dengan kedua tangan
“Kenapa??”
“Dia ngelempar aku pakai bola salju—well.. sepupunya sih, tapi sama aja, rasanya masih sakit.”
“Awal yang indah untuk cinta” mom terkikik. Bener deh, cuma karena momku ini pengarang novel percintaan dia kadang-kadang bisa jadi genit banget kayak anak ABG.
“aku baru 13 mom..” aku mengingatkan.
“Lalu kenapa?? Mom dulu ketemu cinta pertama juga di umur 13.”
“Dia bukan cinta pertamaku..”
“Masa??” mom menaikkan alisnya, menggoda ku.
“Ahh….” Aku melemparinya bantal dan kabur ke kamar.
“Kita undang dia makan malam ya sayang.” Teriak mom lalu terkikik lagi.
Aku membanting pintu kamar dan berbaring di ranjangku, menatap langit-langit kamar, berpikir, James…
***
“Kamu udah janji mau traktir aku es krim.”
“Iya.. tapi uang sakuku abis pakai beli game.”
“Salah sendiri, pokoknya aku mau es krim.”
James menggaruk kepalanya, kebingungan. Aku dan James berdiri di depan gerbang sekolah—kami sekolah di tem
pat yang sama, tapi James dua tingkat di atasku. Sejak perkenalan perdana itu, James jadi sering main ke rumahku, otomatis aku sering menghabiskan waktu denagannya, itu membuat kami akrab. Aku melanggar pantanganku sendiri, tentang ‘enggak berteman dengan siapapun’. Sulit menolak James, dia itu menyenangkan dan selalu membuat tertawa. Berada di dekatnya rasanya nyaman dan terlindungi, mungkin karena aku gak punya saudara, dan kehadiran James jadi seperti abang buatku. Pokoknya, aku berhenti berpura-pura cuek dan gak peduli, menelan gengsi—dan ledekan-ledekan mom tentu saja. Lalu memulai persahabatan dengannya. Sekarang kami jadi gak terpisahkan kayak perangko.
“Jameess… aku mau es krim!” kataku lagi, lebih memaksa. Dia udah janji bakalan mentraktirku es krim dari tiga minggu yang lalu, tapi sampai sekarang belum juga terpenuhi.
“Minggu depan saja ya??” James memohon.
“Enggak!” aku menggeleng kuat-kuat “Minggu lalu juga kamu bilang begitu, lalu minggu lalu minggu lalunya lagi. Aku mau sekarang!”
“Uh….baiklah, aku pinjam uangnya Tommy dulu, sebenarnya dia nitip buat beli game, tapi nona bawel ini gak mengerti yang namanya gak ada uang.” Katanya menggerutu.
Aku tersenyum manis.. “Yaaaay…” lalu berlari ke toko es krim di depan sekolah kami.
“Rose tunggu..” katanya mengejarku “nanti kamu jatuh, sini gandeng tanganku!.”
“aku bukan balita James..”
“Tetap saja, kalau kau jatuh nanti aku yang repot.” Dia mengulurkan tangan, dan menggandeng tanganku.
“Terserahlah..” aku memutar bola mata, tapi menyambut juga uluran tangannya “lama-lama kamu kayak mommy tahu.”
“Yeah.. better save than sorry.”
***
Kami punya rumah pohon, rumah itu di bangun dad di atas pohon oak besar di samping rumahku—terimakasih Tuhan kau memberiku ayah seorang arsitek. Gak terlalu besar sih, tapi cukup menyenangkan untuk dijadikan ‘markas’ khusus buatku dan James. Tiap hari kami meghabiskan waktu disana, mengerjakan pr, curhat, bermain monopoli dan macam-macam lagi. Rasanya seperti mempunyai kerajaan sendiri dengan aku dan James sebagai penguasa. Tidak ada anak lain yang boleh naik ke rumah pohon kami, hanya aku dan James.
***
Natal tahun ini aku gak kesepian lagi. Aku punya James dan keluarganya yang ramai. Gak seperti natal pertama yang aku rayakan disini—di La Jolla, natal tahun ini benar-benar istimewa. Kami menghabiskan malam natal di kebun belakang rumah James, Mom, dan Auntie Cathy—Mommynya James, memasak makanan yang enak banget, belum lagi ditambah saudara dan sepupu-sepupu James yang lucu-lucu. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku sebahagia ini di malam natal, dan untuk pertama kalinya pula aku gak meminta hadiah macam-macam ke Santa, aku cuma minta James.
***
“James, kamu pacaran ya sama Angela itu?” kami sedang berada di rumah pohon, menikmati liburan tahun baru yang membosankan. Aku tidur di pangkuan James, sementara dia asyik mebaca buku.
“Memangnya kenapa?”
“Uh.. gak ada sih..”
“Kamu cemburu?” dia tersenyum nakal, meletakkan buku yang dibacanya.
“Enak saja…” aku bangkit dan duduk di sampingnnya.
“Udah ngaku aja.”
“Mimpi dulu sana!”
Dia terkekeh “Cemburu juga gak apa-apa kok.”
“Jameeeesss…” aku mengcak-acak rambutnya. “Aku serius tahu, kemarin aku lihat kalian berduaan di perpustakaan.”
James merapikan rambutnya. “Enggak kok, dia sih memang naksir aku. Tapi aku gak suka cewek brunette.”
“Kenapa?? Angela kan cantik, udah gitu dia ikut tim pemandu sorak.” Kataku sedikit mencibir.
“Tapi dia bukan tipe ku. Kamu kenapa sih? Kok nanya yang begitu?” dia menaikkan sebelah alisnya.
“Uh.. gak ada, aku gak suka aja sama dia, dia suka sama kamu, cuman karena kamu itu calon artis” belakangan aku
baru tahu kalau James itu sering ikut Casting pencarian bakat dan terobsesi banget jadi artis, malah dia pernah mendapat sebuah peran di salah satu drama musikal saat berumur 14 tahun.
“Masa sih.. bukannya dia suka aku karena aku ini memang ganteng.” tersenyum sok imut
Aku mengacak-acak rambutnya lagi. “PD…”
“haha.. lagian biarin aja dia. Aku udah punya cewek yang aku taksir.”
“Oh ya??? Siapa??” tanyaku penasaran.
Dia mengeleng “Ada deeeh.. my lips are sealed.” Katanya sambil membuat gerakan mengunci bibir.
“Peliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt!!!” aku mengacak rambutnya lagi dan lagi. Kami tertawa bersama, tapi tunggu, James sudah punya
seseorang yang ditaksirnya. Kenapa aku sakit hati?
***
‘there is no forever for happiness .’
Aku percaya kata-kata itu, dan aku selalu berusaha menahan diriku untuk tidak terlalu terlena dengan kebahagiaan
karena aku tahu, kebahgiaan tidak akan bertahan selamanya.
Tapi aku melupakannya, aku melupakan kata-kata yang sudah jadi pegangan hidupku itu. Aku terlalu terlena dengan kehadiran James. Jadi waktu mom bilang kalau kami sekeluarga harus pindah lagi, karena dad mendapat panggilan kerja di tempat lain dan pekerjaannya di sini sudah rampung. Aku seperti mendapat tonjokan keras dari petinju sekaliber Mctyson.
Ini gak boleh terjadi. Aku gak mau ninggalin James, sahabat pertama yang aku miliki.
Maka aku mengamuk, menendang, membanting, menghancurkan setengah isi ruang keluarga, karena aku gak mau pindah. Aku gak mau ninggalin kehidupanku yang sempurna disini dan memulai hidup baru di tempat yang sama sekali asing buatku.
“Palo Alto gak terlalu jauh dari sini sayang, gak sampai 3 jam kalau naik kereta.”
“Kami, janji.. mom dan dad akan sering-sering mengantarmu berkunjung ke sini.” Mom dan dad berusaha
membujukku.
“GAK MAU!!!” aku berteriak “AKU UDAH NYAMAN BANGET DI SINI DAN AKU GAK MAU PINDAH!!!” menjadi anak tunggal, dan satu-satunya yang dilimpahi kasih sayang membutku keras kepala dan manja.
“Tapi sayang… dad ada proyek baru, dan kita harus ikut…”
“GAK MAU!!!!!” aku memotong kata-kata mom “AKU MAU TINGGAL DISINI, KALIAN SAJA YANG PERGI.!”
“Sayang..” mom berkata dengan sabar, dan berjongkok di depanku “Kami gak mungkin ninggalin kamu sendirian.” Dia
mendekap wajahku, yang pasti merah padam menahan tangis.
Aku menepis tangan mom “AKU JUGA GAK MUNGKIN NINGGALIN JAMES!!!” dan aku berlari meninggalkan mereka,
meninggalkan mom dan dad yang bingung menghadapi putri semata wayangnya yang kurang ajar.
***
“Ternyata kamu disini..”
James melongokkan kepala ke dalam rumah pohon. Aku meringkuk disana sendirian, menangis sejadi-jadinya sampai mataku bengkak. Mom atau Dad tidak mencariku, mereka menghargai privasi atau memang memberikanku waktu untuk berpikir.
“Kenapa nangis??” tanya James begitu masuk dan duduk di sebelahku.
Aku menyandarkan kepala di bahunya, masih berlinang air mata.
“Mom sama Dad jahat..” kataku terbata-bata.
“shuuuuuuhh” James melingkarkan tangannya di pundakku, menarikku lebih dekat. “mereka udah cerita sama aku. Kamu gak seharusnya membentak mereka seperti itu.”
Dinasehati begitu aku jadi ingin meledak-ledak lagi. “Kamu gak ngerti, aku mau pindah. Itu artinya kita gak bisa ketemu lagi.” Kataku bersusah payah menahan air mata.
“Siapa bilang? Ibumu kan sudah janji mau menemanimu berkunjung, lagipula apa kamu pikir aku gak bakalan ngunjungin kamu?”
Aku mengangkat kepalaku menatapnya. “Kamu mau mengunjungiku??”
James tersenyum, menghapus air mataku. “Tentu saja. Apa kamu kira aku akan membiarkanmu pergi begitu saja??
Sorry ya.. kau itu terikat sama aku seumur hidup!” katanya menekankan kata ‘seumur hidup.’
Aku tertawa, yang malah kedengaran seperti isakan. “Memangnya boleh sama orang tuamu?”
“Hey.. aku kan bukan bocah 14 tahun sepertimu. Aku sudah 16, dan itu artinya, aku bebas pergi kemana saja sesukaku, tanpa perlu di awasi, dan besok kalau aku sudah jadi artis besar dan punya uang banyak, aku janji aku akan mengikuti kemanapun kamu pergi.”
Biasanya aku akan mencubitnya kalau dia sudah memanggilku bocah, tapi untuk saat ini aku hanya diam dan memeluknya erat. “Terimakasih James.”
“Gak perlu.. kapan kau berangkat?”
“Satu minggu lagi.”
***
Tapi sejak saat itu James gak pernah menampakkan batang hidungnya lagi. Dia gak pernah ke rumah pohon, gak pernah membantuku membuat pr, gak pernah mentraktirku es krim dan bahkan saat aku cari ke rumahnya, dia selalu sibuk. Aku kesel banget, padahal tiga hari lagi aku akan pergi ninggalin dia, tapi dia sama sekali gak membantu membuat saat-saat terakhir ini berkesan.
Apa dia sengaja menjauhiku supaya aku benci, dan ngelupain dia? Tapi buat apa, dia sendiri yang bilang kalau dia bakalan sering-sering mengunjungiku di tempat tinggal baruku nanti. Buat apa dia bohong? Kecuali kalau dia gak mau berteman sama aku lagi, dan dia ngelakuin ini biar aku lupa sama dia? Tapi James bukan orang yang seperti itu.
Damn, James.. kamu kenapa??
***
Bahkan saat tiba waktuku untuk pergi, James sama sekali tidak datang untuk mengucapkan selamat tinggal—padahal Joeey saja melepas kepergianku dengan air mata. Aku menghela nafas pasrah mungkin James memang mau melupakanku.
“Sayang.. tunggu disini dulu ya.. mom mau membantu dad memeriksa barang-barang kita.”
Aku mengangguk, lalu masuk ke kompartemen kereta kami. Aku duduk di dekat jendela, melihat kesibukan di stasiun kereta yang ramai ini.
“James..” kataku pelan, berharap dia ada disini.
Lalu tiba-tiba pintu kompertemen terbuka, aku menoleh dan melihat James berdiri disana, rambutnya acak-acakan dan nafasnya terengah.
“James… ngapain kamu disini?” aku setengah terkejut, setengah gembira.
Dia nyengir dan masuk ke dalam kompertemen “Aku kan belum mengucapkan salam perpisahan.” James berkata sambil mengatur nafasnya “aku juga punya hadiah untukmu.” Dia menarik sesuatu yang dilipat dari saku jaketnnya.“gak sempat dibungkus, buru-buru sih..”
Aku menyambar barang itu, bahkan sebelum dia mengulurkannya. “Topi rajut??” tanyaku heran begitu membuka lipatannya, topi rajut itu persis sama seperti yang dipakai James dulu saat pertama kali kita bertemu.
“Ehhhm.. iya, aku yang membuatnya sendiri, gak terlalu rapi sih.. tapi kurasa masih bisa dipakai.” Kata James malu-malu.
“Dan untuk apa tepatnya aku menginginkan topi rajut?”
“Well.. sebentar lagi musim dingin, aku harap kamu mau pakai itu biar gak kedinginan, dan supaya kamu gak kena lempar bola salju lagi.” Dia menunduk, mukanya memerah.
“Jameees..” aku meloncat ke pelukannya. “Kamu baik banget.. thanks berat tapi aku gak punya apa-apa buat dikasih ke kamu.”
“Gak perlu kok, kamu udah ngasih aku dua tahun yang menyengkan.” Dia tersenyum.
Aku membalas senyumanya “Tunggu.. jadi selama ini kamu ngejauhin aku gara-gara bikin ini??”
James menggaruk tengkuknya “Uh.. Iya.. aku mati-matian menyuruh mom mengajariku, bahkan sampai begadang.”
“Kenapa gak bilang dari awal, aku kira kamu sengaja jauhin aku."
“Kalau bilang gak jadi kejutan dong.”
Bunyi peluit kereta api menghentikan perdebatan kami.
“Duh.. kayaknya aku harus turun sekarang.” dia menoleh keluar, sebentar lagi kereta akan berangkat. “Kamu jangan lupain aku ya.. aku pasti ngunjungin kamu tiap bulan.”
“Gak akan lupa.. kamu juga jangan lupa ya.. dan jangan deket-deket si Angela itu.”
“Hahaha.. tentu.” Dia sudah di ambang pintu ketika berbalik “Hmm,, aku boleh minta hadiah perpisahanku gak?”
Aku mengernyit bingung “Tentu, memangnya apa yang….”
Tiba-tiba saja, bibir James sudah menempel di bibirku. Itu bukan jenis ciuman yang kau lihat di film-film dimana pelakunya berusaha mengklaim bibir lawan, James hanya menempelkan bibirnya di bibirku selama beberapa detik, kemudian menariknya kembali.
“Itu saja…” katanya salah tingkah.
Aku gak bisa berkata apa-apa. Perutku mulas, kakiku tiba-tiba tersa seperti jelly. Inikah rasanya berciuman?
Bunyi peluit kedua, orang-orang sekarang bergegas naik ke kereta.
“Aku akan mengantarmu dari luar.” Katanya kemudian, lalu bergegas turun.
Aku masih shock, tidak bisa berkata apa-apa.
Bunyi peluit lagi dan kereta mulai berajalan.
“Rose..” James mengetuk kaca jendela dari luar, aku tersadar dan buru-buru menghampirinya. Dia berlari agar bisa menjajari kereta yang mulai bergerak.
“Disana jangan lirik-lirik cowok lain ya.. mulai sekarang kamu pacarku.!”
“Gak akan..” aku menggeleng “Kamu juga jangan genit-genit sama cewek lain.”
Dia menangkat jempolnya sebagai jawaban. Kereta mulai bergerak lebih cepat, James sudah tidak bisa mensejajari lajunya. Maka dia berhenti berlari, berdiri peron sambil melambai ke arahku.
“I LOVEEE YOUUUU..” teriaknya
“I love you too..” balasku pelan, tersenyum bahagia ke arahnya, sampai kemudian kereta berbelok dan dia menghilang dari pandangan.
“Waw.. dia cowok yang sweet banget.”
Aku menoleh, entah sejak kapan mom sudah berada di sampingku.
“Mooom..” aku memeluknya erat.
“Sepertinya putri kecilku sudah tambah besar sekarang.”
Aku nyengir. “Janji ya Mom, natal besok kita habiskan bareng kelurga James lagi.”
“Tentu sayang, Dad pasti bakalan seneng banget.”
Aku memeluk Mom lagi, perasaanku ringan seringan kapas, beruntung sekali aku mempunyai Mom dan Dad, dan
sekarang James,yang akan selalu aku nanti sebagai kado natal terindah.
Dear Santa:
I don’t want a lot this christmas
There’s just one thing I need
I don’t care anymore about the presents
All I want for christmas is him
Santa, please bring me the one I really need
Please bring my baby to me
**********************************************
I don’t want a lot for Christmas
There is just one thing I need
I don’t care about the presents underneath the Christmas tree
I just want you for my own more than you could ever know
Make my wish come true
All I want for Christmas is you
It’s YOU
I don’t want a lot for Christmas
There is just one thing I need
Don’t care about the presents underneath the Christmas tree
I don’t need to hang my stocking there upon the fireplace
Santa Claus won’t make me happy with a toy on Christmas day
I just want you for my own
More than you could ever know
Make my wish come true
All I want for Christmas is you
Yooou baby
I won’t ask for much this Christmas
I won’t even wish for snow
I’m just gonna keep on waiting underneath the mistletoe
I won’t make a list and sent it to the North Pole for Saint Nick
I won’t even stay awake to hear those magic reindeer’s click
Cause I just want you here tonight
Holding onto me so tight
What more can I do??
All I want for Christmas is you
Yooou baby
Oh! All the lights are shining so brightly everywhere (so brightly baby)
And the sound of children’s laughter fills the air
And everyone is singing
I hear those sleigh bells ringing
Santa won’t you bring me the one I really need
Won’t you please bring my baby to me? oooh
I don’t want a lot for Christmas
This is all I’m asking for
I just wanna see my baby standing right outside my door
I just want you for my own more than you could ever know
Make my wish come true
Baby all I want for Christmas is you
Yooou baby
All I want for Christmas is you baby
You’re all I want
You’re all I need
Christmas day baby you and me
You’re all I want
You’re all I need
Christmas Day baby you and me
Tidak ada komentar:
Posting Komentar